Jumat, 18 Februari 2011

Sembelit Jangan di Anggap Enteng

Sembelit alias sulit buang air besar kerap dipandang enteng dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, sembelit yang dibiarkan berlarut-larut berpengaruh buruk bagi kesehatan, termasuk mengakibatkan kanker. Kebiasaan buang air besar juga bisa menjadi pertanda hadirnya penyakit lain.

Orang kerap abai meski berkali kali hanya satu kali buang air besar bahkan mungkin tidak buang air besar selama satu bulan. Semakin  lama kotoran di dalam perut, kontak dengan dinding usus bertambah sehingga rawan menyebakan perubahan atau mutasi sel pada dinding usus.

Konstipasi didefinisikan sebagai frekwensi buang air besar kurang dari normal dengan waktu lama, kesulitan dan di sertai rasa sakit saat mengeluarkan tinja.  Factor yang mendasari konstipasi antara lain adalah kurang gerak, kurang minum, kurang serat, sering menunda buang air besar, kebiasaan menggunakan obat pencahar, efek samping obat obatan tertentu, dan depresi. Gangguan lebih berat, seperti usus terbelit, usus tersumbat, dan kanker usus besar, juga bisa menjadi penyebab.

Proses buang air besar dimulai dari gerakan peristaltic usus besar yang mengantarkan tinja ke rectum ( poros usus ) untuk dikeluarkan. Tinja masuk dan meregangkan pipa poros usus diikuti relaksasi otot lingkar dubur dan kontraksi otot dasar panggul.  Poros usus akan mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot otot dinding perut.

Dilihat dari Waktu.
Waktu transit makanan di dalam usus besar berkisar 12 – 72 jam.  Frekwensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam satu minggu sudah termasuk konsti­pasi. Konstipasi dapat pula ditengarai dari bentuk kotoran, antara lain bergurnpal-gumpal kecil atau terlalu cair. Apalagi, seseorang harus menunggu la­ma atau harus mengejan untuk mengeluarkan tinja.

Dua Jenis Konstipasi
Konstripasi dibagi menjadi konstipasi primer  dan sekunder.  Konstipasi primer merupakan konstipasi fungsional yakni tidak ditemukan kelainan organik mapun biokimiawi di dalam tubuh setelah pemeriksaan seksama.  Sedangkan konstipasi sekunder merupakan konstipasi yang disebakan penyakit lain, seperti kencing manis, hipotiroid, dan kanker usus besar.  Jika usia seseorang  berkisar 20 – 40 th mengalami konstipasi sekunder dan terdapat kelainan dalam pemeriksaan colok dubur, dokter akan memeriksa lebih lanjut. Untuk kasus demikian penanganan adalah penyakit penyebabnya.

Penanganan konstipasi dimulai dengan perubahan gaya hidup selama 2 – 4 minggu. Rekomendasi yang diberikan  antara lain adalah menambah masukan serat.  Jumlah serat yang disarankan 25 gram. Serat diperoleh dengan diet berimbang sayur dan buah 50 – 60%, protein 30% dan lemak 20 – 30 %. Konsumsi air memadai yakni 30 – 60 cc perjam dan olah raga yang cukup.  Serat bersifat menahan air sehingga bermanfaat untuk melembabkan melunakkan dan memberikan berat pada feses.

Penggunaan obat pencahar diperbolehkan dan sedapat mungkin tidak dikonsumsi dalam jangka panjang. Obat laksantif bekerja dengan cara membuat kotoran menggumpal atau merangsang usus bergerak. Namun kedua obat tersebut sudah ditarik dari peredaran karena memberikan efek samping yakni anthraquinone dan tegaserod.

Saat ini bakteri probiotik menjadi salah satu alternative menangani konstipasi.  Probiotik merupakan bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan dan mempunyai efek menguntungkan dengan meningkatkan kesehatan flora usus. 

Beberapa jenis probiotik antara  lain Bifidobacterium animalis lactis, Bifidobacterium bifidus, Bifidobacterium brevis, Bifidobacterium infantis, Lactobacilus acidophilus dan Lactobacillus rhamnosus.  Makanan yang difortifikasi dengan probiotik antara lain adalah produk susu seperti yogurt

Jadi jelas sudah, kita tidak boleh main-main dengan kons­tipasi. Jika berbagai cara pe­nanggulangan konstipasi primer tidak berhasil, diperlukan pem­bedahan usus. Namun, agar tidak dipusingkan dengan konsti­pasi tentu lebih baik mencegahnya sedari dini dan menjaga kondisi pencernaan baik-baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar